OPINI Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan;Refleksi&Proyeksi

 



Singkatnya waktu penanganan pelanggaran pemilihan;

“Pengawas Pemilihan Berbuat Apa?”

Vivin Sanjaya (Plt. Kepala Subbagian Hukum, Humas, dan Datin Bawaslu Kab. Bone)

 

Persentasi jumlah sarjana hukum SDM pengawas pemilihan yang masih terhitung masih minim, menjadi suatu sebab sorotan tajam kepada jajaran pengawas pemilihan dengan daerah seperti Kabupaten Bone yang tensi politiknya sangat tinggi serta masyarakatnya terbilang sangat kritis dengan berbagai latar belakang, baik secara langsung disorot oleh pemerhati pemilihan maupun kelompok masyarakat yang secara tidak langsung konsen dengan isu-isu demokratisasi.

 

Sejak tahapan pemilihan kepala daerah dimulai, perselancaran dimedia sosial kelompok masyarakat ataupun individu di Kabupaten Bone sangat intens dengan pemberitaan atau konten yang mengarah kepada isu tahapan pemilihan kepala daerah, yang paling hangat tidak lain adalah isu pencalonan dan daftar pemilih, dalam konteks pencalonan semua pikiran menyorot jawaban atas pertanyaan, siapa yang akan menjadi Calon Bupati dan wakil Bupati Bone, dengan nama-nama tokoh yang disebut berkaliber nasional maupun yang lokal tersebar dimedia sosial dan media cetak tak jarang kita temukan spanduk berseliweran dijalan, begitupun terkait data pemilih sensitifitasnya sangat tinggi karena terdapat potensi pelanggaran yang mungkin saja terjadi tindak pidana pemilihan sebagaimana ketentuan Pasal 177A Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pada pokoknya menyatakan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih merupakan tindak pidana pemilihan.

 

Dalam membangun kepercayaan publik tentu menjadi ujian bagi pengawas pemilihan untuk dapat secara terang benderang mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan pemilihan sebagaimana Gustav Radbruch yang mengonstatir cita hukum dalam wujud kepastian, keadilan dan kemanfaatan yang kadang dalam implementasi menuai banyak kontraproduktif dikarenakan pandangan setiap orang mengenai keadilan dan kemanfataan terkadang tidak senafas dengan ketentuan norma yang tertulis dalam perundang-undangan.

 

Kendati banyak yang menggunakan teori tersebut, layak pula menyoroti pikiran Hans Kelsen yang memisahkan hukum dari anasir-anasir non hukum yang artinya semua ketentuan yang tertulis didalam undang-undang adalah ansih dilaksanakan dengan tidak memberi tafsir perluasan makna norma yang termuat dalam perundang-undangan.

 

Pergulatan pikiran hukum tersebut tentu menjadi alas bagi pengawas pemilihan menyusun suatu penyelesaian pelanggaran pemilihan dengan mengedepankan undang-undang Pilkada yang tentu pada tataran implementatif menuai banyak kekosongan hukum dan tidak kuatnya kemampuan eksekutorial yang digunakan pengawas pemilihan sebagai lembaga semi peradilan.

 

Peranan pengawas pemilihan dalam mewujudkan sistem demokrasi yang baik tentu tidak mungkin melepaskan diri dalam kondisi perkembangan dan kompleksitas dinamika dan jenis pelanggaran yang mengikuti perkembangan zaman, pada konteks ini norma yang ada tidak mengalami perubahan namun dinamika dalam pelanggaran pemilihan terus mengalami perubahan dan perkembangan, artinya beragam cara yang dilakukan orang untuk mengelabui norma yang tertatih-tatih mengejar perubahan zaman (het recht hinkt achter de feiten aan), keadaan tersebut tentu memaksa pengawas pemilihan untuk terus berinovasi dalam menyelesaikan ragam pelanggaran pemilihan.

 

Kendati demikian, slogan dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur (hukum terkadang tidur, tapi hukum tidak pernah mati) dalam catatan ini pengawas pemilihan tentu tidak akan menyerahkan kegamangannya dengan berpasrah hanya karena pembatasan ketentuan perundang-undangan kemudian membuat pengawas pemilihan tidak bisa bertindak apa-apa, padahal harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan karena selain tugas pengawasan, pengawas pemilihan juga diberi kewenangan untuk bertindak sebagai lembaga yang dapat menyelesaiakan beragam jenis pelanggaran dalam pemilihan, bahkan dapat disebut lembaga semi peradilan karena dalam menyelesaikan sengketa proses pemilihan pengawas pemilihan dituntut untuk melakukan persidangan dalam bentuk musyawarah terbuka.

 

Setidaknya ada empat bentuk pelanggaran ditambah dua jenis sengketa pemilihan diantaranya: pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP, pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota; dan tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu (Sengketa Antarpeserta dan Peserta dengan Penyelenggara) , Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran Pemilihan, bukan sengketa Pemilihan, dan bukan tindak pidana Pemilihan diteruskan ke Instansi terkait.

 

Jika mencermati akumulasi waktu pengawas pemilihan dalam menyelesaikan pelanggaran pemilihan itu hanya 5 (lima) hari kalender yang tentu memberi tantangan bagi pengawas pemilihan untuk mengkaji dan menentukan jenis pelanggarannya. Penerusan dugaan tindak pidana pemilihan pun demikian, pengawas pemilihan hanya diberikan waktu 1x24 jam untuk memutuskan dugaan tindak pidana pemilihan diteruskan ke kepolisian, begitupun sengketa proses pemilihan pengawas pemilihan hanya diberikan waktu 12 hari kalender untuk menyelesaian kompleksitas dinamika pelanggaran sengketa proses pemilihan utamanya sengketa antar peserta dengan metode penyelesaian acara cepat dilokasi peristiwa sengketa itu terjadi.

 

Waktu penanganan yang begitu singkat mengharuskan pengawas pemilihan terus memicu tenaga dan pikiran secara ekstra agar dapat mengakumulasi kebolongan hukum dan percepatan penguatan kapasitas sdm pengawas khusunya dalam bidang pengetahuan hukum pemilihan, salah satu yang menjadi langkah Bawaslu Kabupaten Bone adalah mengakumulasi pengetauan hukum jajaran pengawas pemilihan dengan meningkatkan kualitas pengetahuan hukum berbasis bimbingan teknis paralegal yang dapat meningkatkan pengetahuan hukum dan pola kerja teknis misalnya bagaimana melakukan mediasi dan Teknik menyelesaikan sengketa acara cepat yang tepat dan akurat serta cara menyelesaikan pelanggaran pemilihan dengan waktu yang sangat singkat itu.

 

Paradigma pencegahan selalu dioptimalkan oleh Bawaslu Kabupaten Bone dengan berupaya menekan angka pelanggaran pemilihan melalui beragam metode sosialisasi yang melibatkan kelompok kepentingan seperti kelompok pemilih muda dan pemula, kelompok perempuan, kelompok disabilitas, dan stakeholder terkait yang dapat menunjang dan menjembatani pengawas pemilihan kepada masyarakat untuk dapat melibatkan diri dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemilihan.

 

Harapan masyarakat terhadap pengawas pemilihan tentu harus dipegang teguh demi menjamin akses kesamaan orang dimata hukum (equality before the law) yang kemudian itu diejawantahkan pengawas pemilihan dalam kewenangannya melakukan penelusuran dan menjadikan temuan segala bentuk dugaan pelanggaran pemilihan, sehingga kedepan pengawas pemilihan tidak lagi hanya menunggu melainkan lebih massif menjemput bola dilapangan, bagaimanapun bentuk kejadiannya jika berkaitan dengan dugaan pelanggaran pemilihan maka pengawas pemilihan harus tampil kedepan menyusun rangkaian penyelesaian dugaan pelanggaran pemilihan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama