BONE,PILAR TERKINI.COM,- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Ketua KPU Kabupaten Bone Yusran Tajuddin dalam sidang pembacaan putusan terhadap delapan perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Yusran Tajuddin yang menjadi Teradu dalam tiga perkara sekaligus, yaitu perkara Nomor 195-PKE-DKPP/VIII/2024, 205-PKE-DKPP/IX/2024, dan 233-PKE-DKPP/IX/2024, terbukti memerintahkan Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tellu Siattinge untuk memberikan 50 suara kepada Calon Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan atas nama Andi Tenri Abeng.
Sekalipun tidak ada fakta sidang yang menunjukkan pergeseran suara, DKPP menilai tindakan Yusran telah melanggar prinsip kejujuran, profesional, dan akuntabel.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu I Yusran Tajuddin selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kabupaten Bone dalam Perkara Nomor 195-PKE-DKPP/VIII/2024, Perkara Nomor Perkara 205-PKE-DKPP/IX/2024, dan Perkara Nomor 233-PKE-DKPP/IX/2024 terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” ucap Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo saat membacakan amar putusan.
Dalam akhir DKPP membacakan putusan untuk delapan perkara yang melibatkan 23 penyelenggara Pemilu sebagai Teradu. Sanksi yang dijatuhkan adalah Peringatan (5), Peringatan Keras (8), dan Peringatan Keras Terakhir (1). Sedangkan sembilan Teradu mendapat Rehabilitasi atau dipulihkan nama baiknya karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Apa arti peringatan keras yang diberikan DKPP ke KPU?
Mengutip laman DKPP, Pasal 42 ayat 3 Peraturan DKPP No.1 Tahun 2013 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, dalam hal amar putusan DKPP menyatakan teradu dan/atau terlapor terbukti melanggar, DKPP memberikan sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.
Peringatan keras terakhir yang dilayangkan DKPP adalah salah satu sistem sanksi etika yang diberikan DKPP pada terlapor yang telah terbukti melakukan pelanggaran dalam proses pemilu. Pada umumnya terdapat 2 sifat sanksi yang ada di DKPP, yaitu sanksi yang bersifat membina atau mendidik dan sanksi yang bersifat berat.
Sanksi yang bersifat membina atau mendidik berupa peringatan atau teguran mulai dari bentuk yang paling ringan, yaitu teguran lisan sampai ke tingkat yang paling berat, yaitu peringatan keras secara tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas.
Sedangkan sanksi yang bersifat berat bertujuan untuk menyelamatkan citra, kehormatan, dan kepercayaan publik terhadap institusi dan jabatan yang dipegang oleh pelanggar kode etik, yaitu dalam bentuk pemberhentian yang bersangkutan dari jabatan yang dapat bersifat sementara atau bersifat tetap.
Pemberhentian sementara dimaksudkan untuk memulihkan keadaan, yaitu sampai dicapainya kondisi yang bersifat memulihkan keadaan korban atau sampai kepada keadaan pelanggar dengan sifat pelanggaran atau kesalahan yang terjadi telah terpulihkan.
Kemudian, pemberhentian tetap dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dengan maksud untuk menyelamatkan institusi jabatan dari perilaku yang tidak layak dari pemegangnya.
Putusan DKPP bersifat final dan mengikat berdasarkan Pasal 112 ayat (12) Undang-Undang No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Beleid tersebut menyatakan, penyelenggara pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan dan Bawaslu bertugas untuk mengawasi putusan DKPP.
إرسال تعليق