OPINI Hari Kartini : Dialektis Anteseden KARTINI (Feminis-Maskulin)

 


Dialektis Anteseden KARTINI (Feminis-Maskulin)

Oleh: Vivin Sanjaya,SH,MH/Dewan Pembina Forum Demokrasi Millenial




Euforia Flyer seakan terkoleksi dihampir semua dinding profil dan status ucapan selamat hari Kartini, biografi kartini seolah-olah hidup kembali, dihidupkan oleh mereka yang feminisme dan bahkan mereka simaskulin yang memiliki kepedulian tinggi terhadap isu gender equality, yang mungkin kita bisa sebut sebagai aktivisme gender.. 


Kekartinian seorang perempuan setidak-tidaknya mengalir dan teruji dalam tantangan yang lebih berat, kendati isu kesetaraan gender, feminisme terus digulirkan dan diusahakan mendekati bahkan melampaui isu maskulinian, mungkin mengagetkan bagi kita, isu maskulin ini akan selalu mengiringi isu feminis tanpa perlu mencetak flyernya, ia seolah-olah jauh meninggalkan feminisme, padahal tidak ada garis perjuangan yang kokoh untuk menyerupai gerakan feminisme dari kaum maskulin, semua berantitesis dengan alamiah..


Corak pikir aktivisme gender ini tentu mengantarkan kita semua untuk memahami betul bagaimana historiografi perempuan yang tersudutkan, terkekang, dan tertekan oleh sekalangan maskulunian, tapi jika disandingkan dengan realitas sekarang bahkan sejak dahulu, seorang perempuan telah mampu menundukkan seorang maskulin di wilayah kerjanya (sebut saja dirumah/urusan keluarga), setidak-tidaknya kita bisa mengatakan bahwa lebih jauh daripada anteseden Raden Ajeng Kartini, justru feminis dirumah tangga lebih mendominasi ketimbang maskulin, bahkan mampu untuk menciptakan kekuasaan berlebih, tidak banyak yang menjarah kekuasaan maskulin sampai kepusaran dunia luar, seperti menjadi tombol di kekuasaan laki-laki.


Kartini kekinian sepertinya mengalami pergeseran paradigmatik yang harus dipisahkan garis demarkasinya, bahwa memberi ruang feminis untuk mengatur, memimpin, bahkan menguasai adalah sesuatu yang alamaiah sifatnya, diperjuangkan memang perlu karena karakteristik patriarkis dalam catatan sejarah republik sangatlah kental.


Diskursus kita mengenai gender equality termasuk gerakan perlawanan dan hidupnya ruang pikir dan ruang gerak perempuan melalui anteseden RA Kartini memang sangat memadai untuk memicu langkah dan masa depan perempuan-perempuan indonesia,.


Lebih tepatnya mengakhiri catatan ini adalah mengenali kekartinian hari ini dari sudut pandang Deantologi, dimana laki-laki membuka ruang bagi perempuan untuk mengatur laki-lakinya secara etis, karena maskulinian sangat didominasi orang-orang yang tidak teratur.


Selamat Memperingati Hari KARTINI..

RA KARTINI KITA SAMA, Tapi kekartinian kita beda.

Post a Comment

أحدث أقدم