JUMADI
(Mahasiswa IAIN Bone)
Tanggal 23 Juli kemarin tentu mengingatkan kita pada sebuah peristiwa yang mungkin tak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia ketika seorang lelaki paruh baya keluar dari dalam sebuah gedung megah dengan kaus oblongnya serta dipapah oleh beberapa orang seraya melambaikan tangannya kepada khalayak yang mengerumuni gedung tersebut, yah sosok tersebut ialah KH. Abdurrrahman Wahid atau lebih dikenal dengan nama bekennya yaitu gusdur. Beliau adalah guru bangsa, ulama, kyai, cendekiawan, nyeleneh serta penuh dengan kontroversi sehingga meninggalkan corak tersendiri dalam pergumulan politik di negeri ini.
Tentu akan terasa aneh melihat dengan mata telanjang kita seorang kepala negara keluar dari gedung megah (istana negara) hanya dengan memakai kaos oblong serta sendal jepit seolah-olah tak mencerminkan seorang kepala negara yang di gambarkan dengan penuh kewibawaan. Malam itu adalah malam dimana seorang Gusdur di lengserkan disinggasana politiknya sebagai presiden NKRI dengan tuduhan kasus buloggate dan bruneigate yang sampai detik ini belum terbukti.
Merefleksi peristiwa tanggal 23 Juli 2001 penulis akan sedikit mengulas tentang demokrasi ala Gusdur tetapi bukan pada peristiwa sidang istimewa yang menandakan kedaulatan negara tetap tegak dengan di lengserkannya seorang Gusdur namun, melihat perlawanan politik Gusdur yang kalau menurut penulis lebih senang menyebutnya dengan istilah perlawanan dalam kepatuhan. Perlawanan dalam kepatuhan ini yang dimaksud ialah demokrasi akar rumput yang di pegang teguh oleh seorang Gusdur demi keutuhan bangsa dan negara ini. Gusdur kalah dalam perlawanan super-struktur politik namun hakikatnya beliau menang tanpa tepuk tangan riuh atau penulis akan menyebutnya dengan kata people champion kok bisa? Mari kita ulas.
Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan dalam suatu negara dengan menitikberatkan kedaulatan negara pada integritas warga negara (dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat) yang dalam pengertian sederhanannya rakyat adalah penguasa sepenuhnya negara (Umaruddin Masdar, 1999). Terkait dengan judul tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa seyoggianya apa yang dilakukan Gusdur adalah sebuah kebijaksanaan publik (public policy) yang telah menyentuh akar daripada demokrasi itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bagir Manan bahwa “kelemahan daripada demokrasi itu sendiri adalah jika semua hak suara itu mesti disamakan dalam sistem perpolitikan sebab jika itu yang diharapkan maka puncanya adalah konflik horizontal dan konflik horizontal lebih susah di selesaikan ketimbang konflik vertikal (Bagir Manan, 2022). Apa yang telah dilakukan oleh Gusdur adalah sebuah kewelasasihan terhadap bangsa dan negara ini yang tak semua manusia di negeri ini mampu untuk melakukan itu bahkan mungkin hanya seorang Gusdur yang mampu melakukan itu di negeri yang tak jelas perpolitikanya ini. Pada dasarnya Gusdur bisa saja tetap mempertahankan kedudukannya sebagai kepala negara namun beliau tak melakukan itu sebab jika kedudukannya sebagai prsiden tetap di pertahankan maka akan terjadi pertumpahan darah sesama bangsa Indonesia dan inilah demokrasi akar rumput ala Gusdur dalam menegakkan kedaulatan rakayat atas nama demokrasi.
Dalam rangka menghadapi pesta demokrasi tahun 2024 mendatang tentu perlu untuk melihat kedudukan warga negara yang berdaulat atas nama Pancasila sebagai falsafah negara sebab wujud daripada wajah demokrasi yang baik adalah terletak pada kedaulatan rakyat. Pesta demokrasi tahun 2024 mendatang tentu sarat akan permainan intrik politik yang seluruhnya berselimut janji yang tak kunjung matang namun basi akibat anomali politik praktis. Demokrasi akar rumput sejatinya adalah Gerakan alamiah masyarakat yang bersifat subjektif yang secara sadar ingin memberi perubahan pada konstalasi politik yang kental akan nilai-nilai pragmatis (Mimirbook.com, 2022). Pendekatan demokrasi akar rumput ala Gusdur tentu harus menekankan kepercayaan yang sebebas-bebasnya kepada rakyat terhadap pilihan politiknya tanpa ada latensi materi di balik pilihan politik itu. Sebagaimana Gusdur begitu percaya terhadap rakyat baik yang pro maupun kontra terhadap dirinya sebab beliau begitu paham hakikat daripada demokrasi. Demokrasi akar rumput dan pesta pemilu 2024 mendatang akan mencapai titik kedewasaan berpolitik bila super-struktur dan rakyat memiliki kesadaran organic terhadap masa depan bangsa dan negara ini
Sebagai kesimpulan penulis ingin menyampaikan bahwa politik jangan jauh dari kemanusiaan sebagaimana demokrasi menitikberatkan kedaulatannya pada rakyat. Negara menjamin hak dan kewajiban warga negara maka tak perlu memikirkan antara kalah atau menang sebab rakyat adalah pondasinya dan jika pondasi itu hancur maka bangunan itupun akan hancur dan terakhir Gusdur melawan dalam kepatuhannya kepada bangsa dan negara tercinta Republik Indonesia.
Mantap...
ردحذفإرسال تعليق